<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d31936954\x26blogName\x3dTikaQy+Blog\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tikaqy.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tikaqy.blogspot.com/\x26vt\x3d-1037016941778626016', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
TikaQy Blog
 

Cerita hikmah


Cerita ini mungkin sering didengar, namun tiada salahnya untuk dibaca kembali sekedar mengingatkan dan bisa menjadi ikhtibar bagi kita semua bahwa sebagai anak memiliki kewajiban untuk membalas budi orang tuanya.
----------------------------------------------------------------
Ada seorang lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya akhirnya hidup bersama dengan anak lelakinya, Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta cucu satu-satunya, Viva yang baru berusia 6 tahun. Keadaan lelaki itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa bergetar dan pandangannya semakin hari semakin kabur.
Malam pertama berkumpul dengan anak dan cucunya, mereka makan malam bersama. Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan sendok dan garpu.
Selama ini dia terbiasa duduk bersila dan makan langsung menggunakan tangannya,namun di rumah anaknya dia tidak ada pilihan. Cukup sulit buatnya, sehingga makanan berceceran tanpa dapat dikawal. Bukannya tidak merasa malu begitu dihadapan anak menantu, tetapi dia gagal menahannya.
Lantaran kerap dilirik menantunya, seleranya hilang. Dan tatkala dia mengambil gelas minuman, pegangannnya terlepas dan....prannnnggggg..!! Bertaburanlah kaca pecahan gelas itu dilantai.
Lelaki tua itu serba salah. Dia bangun, coba memungut serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina bermuka masam. Viva pun kasihan melihat kakeknya, tapi dia hanya melihat, kemudian makan lagi.
"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar mamanya berkata demikian kepada papanya saat kakeknya menghilang diri masuk kedalam kamarnya. Arwan hanya membisu. Namun sempat anak kecil itu merenung tajam ke dalam mata Arwan.
Untuk memenuhi tuntutan Rina, Arwan membeli sebuah meja kecil yang rendah, lalu diletakkan di suatu sudut kamar makan. Disitulah ayahnya menikmati hidangan sendirian, sementara anak menantu makan di meja berhampiran. Viva dihalang apabila dia merengek mau makan bersama kakeknya. Air mata lelaki tua itu meleleh mengenang nasibnya diperlakukan begitu. Ketika itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan
Dia terkenang Arwah dan istrinya. Lalu perlahan-lahan dia berbisik, "Miah....buruk benar layanan anak kita pada abang." Sejak saat itu, lelaki tua itu tidak nyaman tinggal disitu.
Tiap hari dia dihardik karena menumpahkan makanan. Dia diperlakukan seperti hamba. Pernah dia berfikir untuk lari dari tempat itu, tetapi mengenang cucunya, dia menahan diri. Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia menahan diri dicerca dan dikucilkan anak menantu.
Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan menggunakan piring kayu, begitu jga gelas minuman yang dibuat dari bambu. Dia coba mengingat-ingat dimanakah dia pernah melihat piring seperti itu. "Oh! Ya....", bisiknya. Viva teringat, ketika berkunjung ke rumah sahabat papanya dia melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka menggunakan piring yang sama. "Tak akan pecah lagi, kalau tidak, nanti habis piring mangkuk mama," kata Rina ketika anaknya bertanya.
Masa terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali makan, tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Ketika Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan, kedua-duanya hanya berbalas senyum.
Seminggu kemudian, sewaktu pulang dari bekerja, Arwan dan Rina terperanjat melihat anak mereka sedang bermain dengan kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu. Ada palu, gergaji dan pisau disisinya. "Eh, apa yang sayang buat ini? Berbahaya main benda-benda ini," kata Arwan menegur manja anaknya.
Dia sedikit heran bagaimana anaknya dapat mengeluarkan peralatan itu, padahal telah disimpan di dalam kotak. "Mau buat piring, mangkuk dan gelas untuk papa dan mama. Bila Viva besar nanti, tak usah cari. Kasihan papa, terpaksa ke kota beli piring untuk kakek," kata Viva.
Gamang mendengar jawaban anaknya, Arwan terdiam. Perasaan Rina terusik. Kelopak mata kedua-duanya bergenang. Jawaban Viva menusuk, seluruh tangkai jantung dirasa seperti diris sembilu. Mereka benar-benar merasa bersalah! Malam itu Arwan memimpin tangan ayahnya ke meja makan. Rina menyenduk nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi yang tumpah tidak dihiraukan.
Viva beberapa kali memandang mamanya, kemudia papanya dan terakhir sekali wajah kakeknya. Dia tidak bertanya, cuma tersenyum selalu untuk menyatakan rasa senang duduk bersebelahan kakeknya di meja makan. Lelaki tua itu tidak tahu kenapa anak dan menantunya tiba-tiba berubah. "Esok Viva buang pinggan kayu itu ya pa?" tanya Viva kepada papanya selepas makan. Arwan hanya mengangguk, tetapi dadanya terasa terus sesak.
---------------------------------------------------------------
Hargai kasih sayang kedua orang tua....Ibu bapak hanya satu, perginya tidak akan ada pengganti...jadi, berbaktilah kepada mereka selagi hayat dikandung badan!

Komentar