<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d31936954\x26blogName\x3dTikaQy+Blog\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tikaqy.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tikaqy.blogspot.com/\x26vt\x3d-1037016941778626016', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
TikaQy Blog
 

Ya Rasulullah

Ya Rasulullah, sungguh kami mencintaimu...Semoga kami bisa menjadi sebak-baik umatmu..
Hari itu pada haji Wada' sebuah ayat turun, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagimu."
Para sahabat bergembira, mereka bersorak, "Agama kita telah sempurna, agama kita telah sempurna". Kegembiraan yang memuncaki 23 tahun perjuangan dengan segenap suka dan duka.
Di tengah kerumunan manusia pada hari Haji itu, seorang sahabat mulia justri bersedih. Abu Bakar As Siddiq, perasaannya yang halus, dan dengan segenap keistimewaan yang ia miliki, ia menangis. Ia memahami dibalik kesempurnaan pasti ada ada kesudahan. Ia menyadari, tidak lama lagi Sang Rasul tercinta akan meninggal dunia, meninggalkan sahabat, kembali ke haribaan Allah SWT.
Tangis sedih Abu Bakar didengar para sahabat. Setelah Abu Bakar menjelaskan mengapa ia menangis, para sahabatpun ikut menangis. Betapa menyedihkan, Sang kekasih tercinta, bertahun-tahun hidup dan berjuang bersama, segenap kesulitan dan kemudahan dilalui dalam persaudaraan yang tak ada duanya, tidak lama lagi akan tiada, meninggalkan dunia yang fana.
Mengetahui para sahabat menangis, Rasulullah SAW bergegas mendatangi mereka. Di depan para sahabat Rasulullah SAW berkata, "Semua yang dikatakan Abu Bakar ra adalah benar dan sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kamu semua telah hampir dekat."
Mendengar perkataan Sang RAsul, Abu Bakar kembali menangis hingga kemudian tak sadarkan diri, tubuh Ali bin Abi Thalib bergetar, dan sahabat lainnya menangis dengan sekuat yang mereka bisa.
Beberapa masa kemudian Rasulullah SAW sakit, kota Madinah berada dalam suasana kesedihan. Di suatu Subuh, setelah adzan, Bilal bin Rabah bergegas menuju kediaman Rasulullah, di sana Fatimah menyambut Bilal dan berkata, "Jangan kau ganggu Rasulullah, kondisinya sedang payah." Bilal kembali ke masjid, di sana masih tak ada yang sangup menggantikan sang Rasul menjadi imam shalat Subuh. Semua yang hadir di masjid diselimuti kesedihan. Kali kedua, Bilal kembali mendatangi kediaman Nabi dan Fatimah kembali mencegah Bilal bertemu dengan Nabi karena kondisi Nabi sedang buruk. Bilal menjawab, "Subuh hampir tiada, tak ada yang dapat memimpin shalat."
Dari dalam kamar Rasulullah SAW mendengar percakapan tersebut dan memerintahkan ABu Bakar menjadi imam shalat Subuh. "Abu Bakar terus menangis", seru Bilal. RAsulullah SAW pun bergegas ke masjid dipapah oleh para sahabat.
Masjid penuh sesak oleh kaum Muhajirind beserta Anshar. Ada sosok yang dicinta di sana, kekasih yang baru saja terbangun dari sakitnya yang membuat semua sahabat tak terlewatkan kesempatan ini.
Semua mengimami shalat, nabi berdiri dengan anggun di atas mimbar. Suaranya basah, menyenandungkan puji dan kesyukuran kepada Allah SWT.
Senyap segera saja datang, mulut para sahabat tertutup rapat, semua menajamkan pendengaran menuntaskan kerinduan pada suara sang Nabi yang baru berada lagi. Semua menyiapkan hati, untuk disentuh serangkai hikmah.
Selanjutnya Rasulullah SAW bertanya, "Wahai sahabat, kalian tahu umurku tak akan panjang lagi. Siapakah diantara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil qishas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik".
Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening saripati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al Mustafa.
Melihat semua terdiam, Nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. MAsih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah Ukasyah Ibnu Muhsin.
Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan. Dan aku menghampirimu agar dapat menciummu, wahai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung sampingku", ucap Ukasyah.
Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putri kesayangannya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin, cambuk yang dibawanya melecut tubuh sang kekasih Allah.
Namun ia juga tidak mau mengecewakan Rasulullah. Segera setelah sampai, cambuk diserahkannya kepada Rasul Mulia. Dengan cepat cambuk berpindah tangan kepada Ukasyah. Masjid seketika mendengung seperti sarang lebah.
Sekonyong-konyong melompatlah dua sosok dari barisan terdepan, melesat maju. Yang pertama berwajah sendu, janggutnya basah oleh air mata yang menderas sejak tadi, dialah Abu Bakar.
Dan yang kedua, sosok pemberani, yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Umar bin Khattab. Gemetar mereka berkata, "Hai Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau inginkan, qishaslah kami jangan sekali-kali engkau pukul Rasulullah."
"Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian", Nabi memberi perintah secara tegas. Kedua sahabat itu pun lunglai, langkahnya surut menuju tempat semula. Mereka pandangi sosok Ukasyah dengan pandangan memohon. Ukasyah tidak bergeming.
Melihat Umar dan Abu Bakar telah duduk kembali, Ali bin Abi Thalib tak tinggal diam. Berdirilah ia di depan Ukasyah dengan berani. Hai Hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan qishas Rasul, inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku.
"Allah SWT sesungguhnya tahu kedudukan dan niatmu ya Ali, duduklah kembali", ucap Nabi.
"Hai Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya menqishas Rasul juga?"
Kini yang tampil di depan Ukasyah adalah Hasan dan Husain. Tetapi sama seperti sebelumnya Nabi menegur mereka, "Wahai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku. Duduklah".
Masjid kembali ditelan senyap. Banyak jantung yang berdegup kian cepat. Tak terhitung yang menahan nafas. Ukasyah tetap tegap menghadap Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi Ukasyah mengambil qishas. Wahai Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil qishas, inilah ragaku, Nabi melangkah maju mendekatinya.
"Ya Rasul Allah, saat Engkau mencambukku, tak ada sehelai kain pun yang menghalangi lecutan cambuk itu".
Tanpa berbicara, Rasulullah langsung melepaskan gamisnya yang telah memudar. Dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir menggema, semua yang hadir menangis pedih.
Melihat tegap badan manusia yang maksum itu, Ukasyah langsung menanggalkan cambuknya dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, sepuas keinginannya ia ciumi punggung Nabi begitu mesra. Gumpalan kerinduan yang mengkristal kepada beliau dia tumpahkan saat itu. UKasyah menangis gembira, Ukasyah bertasbih memuji Allah, Ukasyah berteriak haru, gemetar bibirnya berucap sendu, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati menqishas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka."
Dengan tersenyum, Nabi berkata,"Ketahuilah wahai manusia, sesiapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini".
Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah. Sedangkan yang lain berebut mencium Ukasyah. Pekikan takbir menggema kembali.
Wahai Ukasyah, berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena kelak engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul di surga. Itulah yang kemudian dihembuskan semilir angin ke seluruh penjuru Medinah.
----------------------------------------------------------
Duhai sahabat? Apa yang tengah kau pikirkan sekarang? Sejauh apa pengorbanan yang telah engkau berikan selama ini untuk membuktikan kecintaanmu kepada agamamu, Rasulmu dan Tuhanmu? Pantaskah diri kita menemani beliau kelak di surga? Waktu jangan terbuang sia-sia... Persiapkan dirimu mulai sekarang...Sebelum segalanya terlambat....
Subhanallah...Allahu Akbar...Allahu Akbar....!!
(Mutiara Amaly vol 31)

Komentar